Kekuasaan

Ingar-bingar kampanye para caleg untuk memenangkan Pemilu 2014 sungguh memusingkan kepala. Bukan karena ingar-bingar itu sendiri, tetapi cara dan pendekatan untuk mendapatkan kekuasaan sangat menyebalkan. Jarang sekali ada usaha untuk meningkatkan kesadaran politik rakyat banyak dan menawarkan program kerja yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Apa yang tampak nyata hanya satu hal yaitu keserakahan untuk mendapat takhta. Apa yang dicari hanya satu: kekuasaan – kata yang sering menggetarkan lubuk hati para politikus. Ironis, setelah 1.600 tahun catatan sejarah Indonesia, masalah kekuasaan tidak banyak berubah. Simak saja gambaran Vlekke dalam buku Nusantara mengenai cara para raja Hindu-Buddha dan juga Islam untuk mendapatkan kekuasaan mereka. Dua gagasan yang mendasari kekuasaan para raja tersebut adalah kekuatan gaib dan pertalian darah melalui pernikahan. Raja yang memiliki kekuatan gaib yang besar akan menjadi raja yang memiliki karisma yang disegani. Sebutlah Kartanagara atau Airlangga. Selain itu, hubungan darah juga diperlukan untuk mendukung legitimasi kekuasaan. Pernikahan dengan putri raja yang pernah berkuasa menjadi praktik umum untuk mengesahkan kekuatan. Gagasan kekuasaan yang demikian tentu saja harus dapat dipahami karena konteks zamannya. Lagi pula, sebagian raja-raja masa itu, memakai kekuasaannya untuk kebaikan rakyatnya. Ironisnya, sampai hari ini masih ada usaha-usaha mendapat kekuasaan dengan dukungan kekuatan gaib lewat masukan para penasihat spiritual, maupun cara-cara ‘gaib’ lainnya. Lucu, rasionalitas belum pernah menjadi kekuatan gaib di antara banyak politikus Indonesia. Satu kunci penting dari perikop tersebut adalah identitas Yesus Kristus sebagai pemegang semua otoritas. Semua kuasa di langit dan di bumi ada di tangan-Nya. Tetapi pertanyaannya bagaimana kuasa itu semuanya sampai ke tangan Yesus dari Nazaret? Silakan membaca Filipi 2:1-11. Anda dapat menemukan jawabannya di sana. Kembali kepada perenungan kita tentang kekuasaan. Para caleg dan para raja berebut kekuasaan – demikian pula kita. Suami dan istri berselisih karena masalah siapa yang merasa lebih punya hak untuk menentukan. Demikian pula dengan relasi lainnya; orang tua dengan anak, antarsaudara, antarteman, antarrekan kerja, antarperusahaan, dan seterusnya. Menginginkan kekuasaan tentunya tidak sepenuhnya salah. Tetapi pertanyaannya adalah dengan cara apa kita mendapatkan kekuasaan dan untuk apa kekuasaan itu kita gunakan? Sekali lagi, silakan menyimak Filipi 2:1-11...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANGELS

MENARA DOA KOTA KLATEN

IHKLAS