HAKIM PEMBERANI


Raja Makmun memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana. Tetapi dulu, waktu masih muda, saat masih bergelar Pangeran, dia itu nakalnya bukan main. Dia suka bertindak sewenang-wenang. Pergaulannya dengan anak-anak muda bengal membuat ia sering melakukan hal-hal yang tolol, dan tidak jarang melanggar hukum.

Suatu kali, seorang teman Pangeran Makmun, yang nemanya Robet, diajukan ke siding pengadilan. Ia telah melakukan sebah tindak kejahatan. Oleh hakim ia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman kurungan.

Mendengar keputusan Hakim, Pangeran Makmun menjadi marah. Robet adalah sahabat karibnya, temannya bersenang-senang dan berfoya-foya. Pangeran Makmun tidak setuju dengan keputusan ini.

Kebetulan, saat keputusan dijatuhkan, ia hadir. Maka begitu keputusan dijatuhkan, ia langsung berdiri. Dengan lantang berujar kepada Hakim "Aku adalah Pangeran negri ini, Ayahku penguasa negriini, Aku melarang Tuan Hakim menjebloskan orang ini ke penjara. Apakah seorang sahabat Pangeran sama derajatnya dengan pencuri ayam? Penjara bukan tempat bagi teman-teman Pangeran."

Hakim menjawab, "Di hadapan Hakim, putra Raja atau bukan, sama saja derajatnya. Saya telah mengucapkan sumpah melakukan tugas demi keadilan. Dan hukum kerajaan yang harus saya junjung tinggi."

Mendengar kata-kata ini Pangeran Makmun menjadi lebih murka. Maka dengan suara lebih keras ia berkata, "Aku perintahkan Tuan Hakim untuk membebaskan Robet!"

Tetapi dengan tenang Hakim menjawab, "Tidak. Keputusan hukum ada ditangan Hakim!"

Jawaban Hakim membuat Pangeran Makmun bertambah murka. Dihampirinya Hakim, dan ditamparnya.

Mendapat perlakuan kasar, Hakim memerintahkan para petugas keamanan untuk menangkap sang Pangeran. Ujarnya, "Kulakukan ini, bukan karena beliau telah mencelaiku, tetapi karena beliau telah melecehkan Hukum."

Lalu, kepada Sang Pangeran , ia bertutur, "Anak muda, suatu saat nanti, paduka akan menjadi Raja. Bagaiman bisa paduka berharap rakyat akan mematuhi paduka, bila kini paduka tidak mematuhi hukum yang telah disahkan oleh Raja?"

Mendengar kata-kata itu, tiba-tiba Pangeran Makmun menjadi terkesiap. Kata-kata Hakim amat jitu. Membuat ia malu atas perbuatannya. Baru sekarang dia menyadari bahwa apa yang telah dilakukannya tadi telah menodai undang-undang yang telah dibikin kakek moyangnya.

Lalu, dengan pasrah, ia menyerahkan diri. Meminta agar perkaranya bias diteruskan ke sidang pengadilan.

Peristiwa dalam sidang pengadilan, yang telah melibatkan Pangeran Makmun, didengar oleh Raja Tua. Beliau tidak menyalahkan sang hakim. Justru sebaliknya, ia merasa bangga memiliki hakim yang telah benar-benar berusaha menegakkan hukum , apapun risikonya. Dan kepada putranya, beliau juga bangga, karena berani mengakui kesalahannya, dan menyerahkan diri untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Setelah Raja Tua mengundurkan diri, Makmun diangkat menjadi penguasa negri tersebut. Maka sejumlah teman, yang dulu suka berfoya-foya dan bermabuk-mabukkan, berusaha meraih kesempatan. Mereka dating menghadap Raja Makmun, meminta kedudukan tinggi di istana.

Tetapi harapan mereka pupus. Raja Makmun mengatakan bahwa kini ia telah menghapus semua kebiasaan buruknya. Kepada mereka, ia berujar, "Ubah dulu kebiasaan buruk kalian, baru datang kemari. Permintaan kalian masih akan kupertimbangkan dulu." Dan kepada Hakim, yang dulu pernah menjatuhinya hukuman, beliau justru memberinya kedudukan yang lebih tinggi, yaitu menjadi Hakim Agung negri tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANGELS

MENARA DOA KOTA KLATEN

IHKLAS